Kamis, 13 Desember 2012

berenang di ancol


kayyisa naura dan taymu belum berani nyebur kelaut masih takut sama ombak laut.


kayyisa berenang.di laut

Sabtu, 24 November 2012

Membuat Kue Bolu Kukus Zebra

Membuat Bolu Kukus Zebra

Hari ini, Kamis 22 November 2012 Kayyisa membeli telur di rumah Kiki, tetangga sekomplek kami. Karena pulangnya sambil berlari-lari kecil, sampai di rumah ternyata ada lima telur yang pecah. Maka ayah memisahkan telur yang pecah dan menampungnya di baskom. Ayah berpikir untuk apa telur sebanyak itu? Akhirnya diputuskan telur itu dibuat kue yaitu Kue Bolu Kukus Zebra.Taymu dan Zakiyya ikut membantu.

Kebetulan di rumah ada tepung mix merk Pondan. Alatnya mengunakan yang ada di rumah. Pengukus menggunakan wajan, karena tidak punya dandang. Mixer pinjam dari Azmi, tetangga sekomplek juga.

Pertama telur dikocok sampai mengembang, selama 5 menit.

Setelah itu tepung mix Pondan dimasukkan. Adonan diaduk lagi perlahan sampai tercampur merata.


Sementara itu Zakiyya mengolesi loyang dengan margarin.


Setelah adonan mengembang dan rata, diambil sepertiganya dibaskom untuk diberi warna hijau.

Taymu dan Zakiyya ikut mengaduk aduk adonan yang berwarna hijau.



Kemudian adonan putih dituang sedikit di loyang, diikuti sedikit adonan hijau di atasnya.


Dituang terus bergantian sedikit-sedikit sampai semua adonan habis.



Adonan siap dikukus di wajan yang sudah berisi air mendidih. Adonan dikukus selama 25 menit.


Setelah matang, loyang diangkat dan didinginkan. Dan hasilnya adalah :

Selamat menikmati.

Sabtu, 16 Juni 2012

Petualangan Salim - Di Kebun Raya Bogor


Petualangan Salim

Di Kebun Raya Bogor

Siang itu pak Imron sedang mengajar pelajaran biologi di kelas 4 sdit teladan. suaranya cukup lantang menjelaskan bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya sehingga bisa didengar dari pojok kelas sekalipun. Tangan pak imron juga sibuk menggambar bagian-bagian tumbuhan itu di papan tulis dengan kapur warna-warni sehingga tampak sangat menarik..

Tapi bagi salim, pelajaran itu tetap terasa sangat membosankan. Tangannya beberapa kali menutup mulutnya yang menguap. “kalau cuma daun, bunga, batang atau akar sih aku juga tahu,” pikirnya. “aku juga bisa baca sendiri buku pelajarannya di rumah.”

Untuk membuang rasa kantuk yang mulai datang, akhirnya salim merobek selembar kertas dari buku tulisnya. Dilipatnya kertas itu menjadi origami berbentuk  angsa. matanya sesekali melihat kearah pak imron di depan kelas agar tetap terlihat sedang memperhatikan pelajaran.

Beberapa temannya juga tampak asyik sendiri. Si ali teman sebangkunya mencorat-coret buku pelajaran, yadi memainkan koin, ardy dan mardian malah mengobrol sendiri walau dengan berbisik-bisik.

Tiba-tiba pak imron mengetuk meja dengan penghapus papan tulis beberapa kali. Suaranya cukup keras, membuat seisi kelas tersentak dan duduk tegak memperhatikan ke depan kelas.

“anak-anak, tampaknya pelajaran kali ini sudah cukup” kata pak imron. “agar kalian lebih paham, pelajaran kamis besok akan kita isi dengan jalan-jalan ke kebun raya bogor. Jadi kalian bisa mengamati bagian-bagian tumbuhan yang ada di sana secara langsung.”

“hore…” teriak anak-anak dengan gembira. Kelas pun jadi gaduh karena masing-masing membicarakan apa yang akan dilakukan dan bekal yang akan dibawa ke kebun raya bogor.

”pakai baju seragam olahraga dan bawa bekal makanan secukupnya. Jangan lupa bawa buku catatan, ya” lanjut pak imron.

”siap, laksanakan.” kata anak-anak serempak.

Sesaat kemudian bel tanda pulang sekolah berbunyi. Mereka pun berhamburan ke luar kelas setelah berdoa bersama dan mencium tangan pak imron. Semua tak sabar menanti datangnya hari kamis.

Sekolah mereka memang tidak terlalu jauh dari kebun raya bogor, hanya sekitar 30 menit perjalanan dengan naik mobil.

Hari yang dinanti pun tiba. Salim sudah siap dengan “peralatan tempur”-nya. Sepatu hiking, celana kargo,  kaus olahraga, rompi, dan topi sudah dipakainya. Di dalam tas punggungnya ia  membawa buku catatan, pulpen, kamera digital, teropong binucolar, baju cadangan dan roti keju sebagai bekalnya. seutas tali panjat tebing lengkap dengan cincin kait (carabiner) di ujungnya tersimpan rapi di saku samping tasnya.

Teman-temannya tertawa geli melihat salim. “emangnya kamu mau naik ke puncak gunung ya?” goda ali teman sebangkunya.” kita kan Cuma ke kebun raya bogor.” Salim hanya tersenyum mendengarnya.

Setelah semua berkumpul, mereka pun berangkat.

Setibanya di kebun raya bogor, mereka disambut oleh pak abdul gani. Beliau adalah teman pak imron yang bekerja sebagai peneliti di kebun raya bogor. Pak abdul gani akan menjadi pemandu mereka selama disana.

Sambil berjalan bersama, Pak abdul gani menjelaskan setiap pohon yang mereka lalui mulai dari nama, asal negara, cara berkembang biak sampai manfaatnya untuk manusia. Beliau juga menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan anak-anak.

Beberapa anak sibuk mencatat penjelasan pak abdul gani di buku masing-masing. Ada juga yang asyik memotret sana-sini. Yang lainnya hanya mendengarkan sambil menikmati udara pagi yang segar.

Setelah berjalan beberapa saat, salim mulai bosan. ” Li, kalau cuma begini sih sama aja dengan belajar di kelas” katanya kepada Ali. ”yuk kita jalan sendiri. Pasti lebih asyik,” tambahnya.

”tapi bagaimana kalau tersesat?” tanya Ali ragu-ragu, walau sebetulnya ia setuju dengan ide salim.

”ah, nggak mungkin. Ini kan siang hari. Lagian, kalau tersesat kita balik lagi aja lewat jalan yang sudah dilewati, pasti ketemu.” kata salim meyakinkan.

”oke deh kalau begitu” kata ali mantap. ”tapi jangan berisik, nanti bisa ketahuan pak imron dan teman-teman.”

Salim dan Ali mulai berjalan pelan agar jadi paling belakang. Ketika tidak ada yang memperhatikan, mereka menyelinap ke jalan setapak di sebelah kanan. Mereka pun langsung tak terlihat karena tertutup rimbunnya pohon dan semak yang agak tinggi.

Salim dan Ali menikmati petualangan mereka berdua di kebun raya bogor. Jalan setapak yang mereka lalui berliku dan naik turun. Salim memotret setiap tumbuhan unik yang ia temui. Sesekali buku catatannya dikeluarkan untuk menggambar sketsa tumbuhan itu.

Sedangkan ali sibuk meneropong. burung-burung di atas pohon dan biawak yang berlari sembunyi di tepi sungai kecil tak luput dari pengamatannya.

Tak lupa mereka juga berfoto saat menemui pemandangan yang indah.

Tak terasa mereka sudah semakin jauh. Pohon-pohon dan semak belukar tampak lebih rimbun dari sebelumnya.

”Li, kita istirahat dulu, capek nih.” kata salim
”ayo. Kita duduk di bawah pohon itu saja.” kata ali sambil menunjuk sebuah pohon yang cukup rindang.

Mereka pun mengeluarkan bekal mereka dan mulai menikmatinya. Salim makan roti keju, sedangkan ali makan combro, makanan kesukaannya.

Sampai setelah beberapa saat, tiba-tiba tercium bau busuk yang sangat menyengat bersamaan dengan bertiupnya angin. Perut salim dan ali sampai mual dan terasa ingin muntah karena mencium bau busuk itu.

”lim, bau apa ini? Kok busuk sekali,’ kata ali.
”iya nih, seleraku jadi hilang gara-gara bau ini.” jawab salim.

Mereka menengok kesana-kemari mencari sumber bau busuk itu, tapi tidak menemukannya. Yang ada hanya pepohonan rindang dan rumput belukar.

mereka tersadar, ternyata disana hanya ada mereka berdua, cukup jauh dari jalan utama. Bulu kuduk ali mulai berdiri, ”jangan-jangan bau busuk ini dari mayat, korban pembunuhan.”

”hush, jangan ngomong yang enggak-enggak,” kata salim.
”benar lim. Soalnya baunya busuk sekali, nggak mungkin kalau bangkai tikus” lanjut ali.
”aku sering baca di koran, mayat korban pembunuhan ditemukan di tempat sepi seperti ini.”

Salim pun mulai merasa takut.

”terus, kadang-kadang pelaku pembunuhan kembali ke tempat kejadian untuk memeriksa korbannya,” khayalan ali menerawang lebih jauh.

”kalau begitu kita cepat pergi saja dari sini, ayo li,” kata salim.
Baru saja salim selesai bicara, terdengar suara dua orang datang dari kejauhan.

Yang bertubuh jangkung memakai kaos merah, sedangkan yang lebih pendek gemuk memakai jaket kulit hitam. Mereka membawa parang dan sabit untuk membabat rumput belukar yang menghalangi jalan mereka. Sayup-sayup salim dan ali mendengar pembicaraan mereka, mencari dua anak kecil di sekitar situ.
Salim dan ali langsung bersembunyi di balik pohon besar.
”wah, bahaya, li. Mereka mencari kita.” bisik salim pada ali.

”kita teriak minta tolong saja, lim. Biar orang-orang menolong kita dan menangkap dua orang itu,” kata ali.
”jangan..! disini jauh dari jalan. tidak ada orang lain yang bisa menolong kita.” cegah salim. ”lebih baik kita lari cepat-cepat ke sebelah kiri, begitu mereka  berbelok ke kanan.” kata salim. ”tunggu aba-aba ku ya.” lanjutnya.

Ketika dua orang itu terlihat berbelok ke kanan mereka, salim pun menarik tangan ali dan berlari sambil berteriak ”lari li ....!!”

Kedua orang itu menoleh ke arah salim dan ali, dan berteriak ”itu mereka.... ayo kita kesana”.

Salim dan ali berlari sekencang-kencangnya menerobos rerumputan belukar. Sakitnya tusukan duri dan dahan kecil di kaki tidak mereka rasakan. Yang penting mereka selamat.

Setelah berlari beberapa puluh meter, mereka menemukan jalan utama. Kebetulan sekali, rombongan sekolah mereka bersama pak imron dan pak abdul gani sedang berada disana.

”pak, pak, tolong! Disana ada mayat. Dan dua orang pembunuhnya sedang mengejar kami...” kata salim dan ali pada pak imron.

”hah, mayat...? Pembunuh...? dimana?” tanya pak imron.
”di sebelah sana pak.” kata salim sambil menunjuk arah mereka datang tadi. ”ayo pak kita lapor polisi.”

Belum sempat reda kehebohan itu, tiba-tiba dari balik rerumputan yang agak tinggi muncul kedua orang yang membawa parang dan sabit itu.

”itu mereka pak, pembunuhnya...” kata salim dan ali pada pak imron. Serentak anak-anak berlindung di belakang pak imron dan pak abdul gani.

”lho, itu kan pak agus dan pak halim, teman saya.” kata pak abdul gani. ”tidak mungkin mereka pembunuh. Mereka bekerja disini.”

Kedua orang itu mendekat dan bersalaman dengan pak abdul gani dan pak imron. Anak-anak lain sudah tidak merasa takut. Tapi salim dan ali masih merasa penasaran.

”tapi tadi kami mencium bau yang sangat busuk di sana, jadi kami mengira itu dari mayat korban pembunuhan.” kata salim.

”ayo kita periksa dulu” kata pak abdul gani.

Mereka semua pun berjalan ke arah yang ditunjukkan salim dan ali. Pak agus dan pak halim berjalan di depan membabat ranting dan rumput belukar yang menghalangi jalan mereka.

Ternyata benar, mereka mencium bau busuk menyengat di daerah itu. Tapi tidak ditemukan mayat atau bangkai hewan apapun.

Tibi-tiba salim berteriak,” baunya dari arah sini,” sambil menunjuk ke suatu rimbunan rumput yang cukup tinggi.

Pak agus maju dan membabat rumput itu. Tampaklah sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Sekuntum bunga seperti bunga sepatu tapi berukuran raksasa tumbuh tegak di atas tanah. Tingginya sekitar 1,5 meter.

”ooh.. ini to asal dari bau busuk itu. Makanya bunga ini disebut bunga bangkai” kata pak abdul gani.

”aku tahu..!” sahut hasan. ”bunga itu namanya Rafflesia Arnoldii..”
”bukan..” kata salim. ”kalau Rafflesia Arnoldii itu bentuknya melebar, bukan tinggi seperti ini”

”ah sok tahu kamu lim,” kata hasan. ”lalu ini bunga apa dong?”

”benar kata salim,” pak abdul gani menengahi. ”bunga ini nama latinnya Amorphophallus titanum Becc, atau sering disebut Suweg Raksasa.

Titan-arum1web.jpg

“Bunga ini adalah salah satu bunga terbesar di dunia dan berasal dari sumatera. Baunya yang busuk untuk mengundang lalat dan kumbang untuk membantu penyerbukan bunganya.” Lanjut pak abdul gani.
“bunga ini termasuk suku talas-talasan atau Araceae. Dan hanya mekar selama seminggu, setelah itu layu lagi. Kemudian tumbuh batang vegetatif selama beberapa tahun. Jadi bunga ini sangat jarang ditemui.” Kata pak abdul gani.

“terima kasih ya salim dan ali,” kata pak abdul gani. “berkat kalian, kami menemukan bunga langka ini, jadi bisa diteliti lebih lanjut.”

“kami juga minta maaf,” kata salim agak tersipu malu, “karena telah menuduh pak agus dan pak halim sebagai pembunuh.”

“ya sudah. Anak-anak, kalian catat semua yang tadi diterangkan pak abdul gani.” Kata pak imron, “Kamis depan kita ulangan.”

“siap, laksanakan…!” kata anak-anak serempak.

Selesai.